Pages

Monday, June 3, 2013

Balada si Hijau

Tangan yang dipenuhi jemari lentik bergerak ke sana ke mari, "Aduh!" Jemari itu terus bergerak, ia menerjang, menyepak, terus menerus mengenai kulit sensitif ku. "Tolong Hentikan!" Ia terus bergerak, entah apa yang dicarinya. "Ups, aduh!" Ia menyentuhku, meraba, dan kemudian mengangkatku, mengeluarkan dari kantong yang wangi, yang selalu membuat ku nyaman.

Kurasakan hembusan angin menerpa kulitku, terasa semakin lama semakin bertambah kencang, kulitku mulai terasa sakit, tubuhku bergerak ke sana ke mari, melayang-layang mengikuti arah angin. Aku begitu ketakutan, bagamana kalau jemari lentik ini tak lagi bisa memegang erat tubuhku.

Oh, ya ampun! Genggaman jemari lentik semakin melemah, tubuhku melayang, menjauhi jemari lentik, sampai akhirnya aku terhempas di sisi jalan yang penuh dengan kendaraan. Jemari lentik tak tahu aku sudah terlepas dari genggamannya.

Kupalingkan wajah, begitu banyak kendaraan lalu lalang di sini, terlihat dua sepeda motor yang melaju tepat ke arahku. Salah satu dari sepeda motor itu pasti akan melindasku. Aku sangat ketakutan, membayangkan roda-roda yang menyeramkan itu akan menggilas tubuhku. Kupejamkan mata, pasrah, tetapi... tidak! Sepeda motor itu menepi tepat di dekatku. Kulihat dua orang di atasnya, salah satu dari mereka menghampiriku. Ia mengulurkan tangannya, jemarinya yang berbeda membawaku menuju tas hitam kumal.

Jemari ini begitu berbeda, ia begitu kotor dan berbau tak sedap. Ihh.. lihat, kuku-kukunya hitam semua. Sangat berbeda dengan jemari lentik, yang begitu indah, wangi, dan sangat terawat. Aku tak suka berada di genggamannya, mau muntah mencium aroma tak sedap yang menguar dari jemari ini. Aku merindukan jemari lentik.

Sepeda motor kembali melaju, semakin lama semakin berlari kencang, bergerak bagai angin. Ku dengar ada yang sedang berteriak. Seperti ada seseorang yang sedang berteriak pada yang lain. Suara-suara di luar sana sangat ramai, aku tak mengerti apa yang mereka bicarakan.

Perlahan kurasakan laju sepeda motor ini semakin melambat, dan berhenti. Jemari yang kumal, mencari-cariku di dalam tas.

Ya ampun, mau apa lagi jemari kumal ini? Aku tak mau lagi berada digenggamannya. Aduh! Ia menarikku, duh mau di bawa ke mana ini?

Oh, ya ampun! Ia menaruhku di atas jemari lentik. Akhirnya aku kembali bertemu jemari lentik. Ternyata jemari kumal tak seburuk rupanya. Ia dengan rela mengembalikanku pada jemari lentik. Kuucapkan terima kasih pada jemari kumal, semoga Allah membalas semua kebaikannya.

Note: Terinspirasi dari jatuhnya uang 20rb dari kantung seorang pengendara motor di jalan pagi tadi. (3 Juni 2013)








3 comments:

  1. itu perjalanan si duit dua puluh ribu ya mak :D
    lucu mak :D
    salam kenal ya mak :)

    ReplyDelete
  2. hehehe iya mak, salam kenal juga mak, terima kasih sudah berkenan singgah :))

    ReplyDelete
  3. wew... keren bun. gaya kepenulisannya make majas personifikasi yak?? eh... betul ga? #sotoy ya akuh, he...

    baca aksara bunda seakan terbawa pada si hijau, aku memvisualkannya dalam hayal, aku pikir dia itu leptop ato henpon, ternyata uang... keren euy, alurnya ga bisa ditebak. nyastra!!

    ReplyDelete